Menulis ,menulis dan menulis
Menulis Penelitian Tindakan
Kelas bagi seorang guru, bukanlah pekerjaan yang sulit, karena naskah yang
ditulis, adalah semua kegiatan pembelajaran dengan siswa-siswinya, yang
dialaminya sehari-hari. Lantas apa yang menyebabkan seorang guru enggan
menulis?. Marilah kita kaji bersama.
Saat digulirkannya Penilaian
Kinerja (PK) Guru dan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) berdasarkan PermennegPAN dan RB nomor 16 tahun
2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan angka Kreditnya, wow, sebagian
rekan-rekan guru sepertinya terhentak dan menarik nafas panjang. Betapa tidak,
sebagian besar dari para guru menganggap bahwa guru kreatif dan inovatif,
adalah mereka-mereka yang pandai menulis, dan memiliki bakat menulis, di
samping itu pekerjaan menulis menurut mereka adalah pekerjaan yang suliiiiiiit
sekali.
Ditambah lagi ketentuan PKB saat ini,
penelitian tindakan kelas harus diseminarkan dengan dihadiri minimal tiga
sekolah, untuk setiap penelitian tindakan kelas, yang akan digunakan untuk
syarat naik pangkat. Wah wah wah...luar biasa... beban menulis yang ibarat
tadinya hanya satu kiloan mendadak menjadi seperti satu kuintalan. Akibatnya sebagian
para guru semakin menganggap dalam bahasa Jawa tangeh lamun, artinya sesuatu yang rasanya sulit untuk bisa
diwujudkan. Namun benarkah demikian? Mengapa mereka berfikir seperti itu?.
Mereka berfikir, jangankan
menulis menghadapi siswa sehari-hari saja sudah membuat perut mulas dan pusing
kepala. Hampir setiap hari ada saja peristiwa-peristiwa istimewa yang harus
diatasi oleh para guru. Seperti siswa datang terlambat, siswa berkelahi, siswa
tidak konsentrasi saat diberi penjelasan oleh guru, meski sorot matanya melotot
bak mata ikan bandeng, tapi fikiran mereka melayang entah kemana terbukti saat
dilempari pertanyaan, mereka tidak bisa menjawab.
Ada juga siswa yang suka
menyontek, suka bikin gaduh, tidak membuat tugas dan masih banyak peristiwa-peristiwa
lainnya yang bisa membuat para guru pusing kepala, belum lagi para guru merasa
disibukkan dengan membuat RPP, membuat soal, membuat kisi-kisi, koreksi, dan
lain sebagainya, yang semua pekerjaan itu harus dilakukan di luar jam
pembelajaran di kelas.
Sebenarnya jika menulis itu
dibilang sulit, menurut pendapat saya tidak seratus persen benar. Mengapa saya
berani mengatakan tidak sulit? Sebab, menulis yang disarankan kepada para guru
yang berupa karya ilmiah misalnya, penelitian tindakan kelas (PTK) misalnya,
yang nantinya bisa digunakan untuk publikasi ilmiah maupun presentasi ilmiah,
bukanlah karangan fiksi yang tanpa bukti, yang harus dipenuhi dengan bunga-bunga
agar kelihatan cantik, tidak.
Sebaliknya, karya ilmiah merupakan hasil karya
dari kejadian-kejadian pembelajaran sehari-hari, yang bapak-ibu guru alami. Jadi,
PTK merupakan karya nyata berdasarkan
fakta. Bukan sebatas angan-angan yang tidak pernah terjadi. Dalam hal ini, kita tidak jauh berbeda
layaknya dengan seorang publik relation
(PR) atau seorang reporter atau seorang jurnalis yang menulis siaran pers,
liputan berita dan sejenisnya.
Beda kita dengan mereka, kita tidak sekedar
menginformasikan suatu fakta tentang proses pembelajaran bersama anak didik
kita kepada orang tua siswa, atau publik, atau audience, melainkan kita mencari
solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi, yang dialami
oleh siswa-siswi, dengan berbagai metoda
dan media yang paling tepat, yang paling
cerdas, dan yang paling smart tentunya.
Jadi sebenarnya, kita tidak perlu terlalu muluk-muluk.
Mungkin sebagian besar para guru menganggap jika harus menulis, wah saya harus
belajar mengarang cerita nih. Itu justru keliru besar. Namanya juga karya
ilmiah. Karya ilmiah berupa fakta yang benar-benar terjadi. Bukan hasil
rekayasa atau mengada-ada.
Beda sekali dengan seorang pujangga. Seorang
pujangga, mungkin perlu waktu berhari-hari untuk mendapatkan inspirasi, demi
bisa terciptanya sebuah karangan atau naskah cerita nan indah. Tetapi kalau
seorang guru ingin membuat penelitian tindakan kelas (PTK). maka ia cukup mengidentifikasi
masalah pembelajaran di kelas yang dialami, misalnya masalah kesenjangan antara
prestasi belajar siswa, dengan prestasi yang ditargetkan oleh lembaga
pendidikan di mana guru tersebut mengajar, mungkin mencari solusi supaya siswa
tidak meninggalkan kelas (cabut) saat pembelajaran berlangsung, dan masih
banyak lagi, mungkin masalah atau situasi/kondisi prestasi siswa yang perlu
ditingkatkan.
Setelah diidentifikasi, cobalah
untuk mencari solusi demi mampu mengatasi permasalahan tersebut misalkan dengan
variasi media dan metode yang tidak seperti pada pertemuan-pertemuan
sebelumnya. Ingat bapak-ibu guru, kita ini tidak bedanya dengan seorang artis,
yang merangkap sebagai sutradara. Seorang artis yang tampil di atas panggung,
haruslah menarik, inovatif, tidak monoton, tidak menyajikan sesuatu yang
itu-itu saja, dan tidak membosankan. Mengapa kita juga berperan sebagai
sutradara? Sebab kita pula yang membuat rancangan/skenario pembelajarannya,
agar pembelajaran kita merupakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan siswa.
Siswa adalah publik kita,
audience kita, klien kita, customer kita, yang harus kita layani dengan setulis
hati, dan semaksimal mungkin. Siswa juga bisa berperan sebagai iklan berjalan.
Kalau penyajian/layanan kita terhadap mereka bagus, secara otomatis nama kita
juga menjadi bagus. Begitu pula dengan sekolah kita, akan terangkat pula pamornya.
Sebaliknya, jika kita melayani siswa asal-asalan, akan berakibat buruk bagi
kita sendiri, juga sekolah dimana kita mengajar. Maka publikasikanlah sekolah
dimana bapak-ibu guru mengajar, termasuk bapak-ibu guru sendiri. Menulislah
bapak-ibu guru, menulis saja, dan tidak perlu kita mengarang, atau mengada-ada,
yang sebenarnya tidak ada.
Sekali lagi, para guru tidak perlu mengarang
cerita dalam pembuatan PTK maupun karya inovatif lainnya akan tetapi, cukup
menulis semua aktivitas siswa dan aktivitas guru yang bapak-ibu lakukan.
Semuanya. Mulai dari membuat perencanaan (skenario pembelajaran lengkap),
termasuk instrumen penelitian dan kisi-kisinya, pelaksanaan tindakan, untuk pelaksanaan
tindakan ini, lebih baiknya bapak-ibu mengajak teman guru sebagai kolabolator,
dan kalau perlu direkam dengan rekaman video, jadi tidak sekedar lensa foto,
setelah itu melakukan kegiatan observasi
dan refleksi. Mudah bukan?
Seringkali, yang memicu kesulitan kita untuk menulis
adalah bingung mau memulai dari mana? dan akan dimulai kapan?, judulnya apa?
Bapak-ibu guru, judul akan kita temukan dengan sendirinya, jika kita sudah mengidentifikasikan
permasalahan yang akan kita teliti. Maka, harus segera kita mulai, dan yang lebih berat lagi jika kita enggan
memulai, dengan alasan kita takut melakukan kesalahan.
Albert
Einstein pernah berkata, bahwa seseorang yang tidak pernah melakukan
kesalahan tidak pernah mencoba sesuatu yang baru. Jadi bapak-ibu guru, ayo kita
menulis, menulis dan menulis. Jangan takut salah. Apalagi sekarang ini sudah
banyak perguruan tinggi baik perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi
swasta yang telah berhasil mencetak doktor-doktor dan juga profesor-profesor,
yang akan dengan tulus iklas jika kita mohon bantuannya, untuk membimbing pembuatan penelitian tindakan
kelas kita, atau karya ilmiah kita lainnya.
Kita tidak perlu merasa malu
untuk menimba ilmu dari para guru besar tersebut, sebab kita memang membutuhkan
sentuhannya, dan membutuhkan pelita-pelita yang akan menerangi demi terwujudnya
karya hebat kita. Seperti yang pernah dikatakan oleh pahlawan pendidikan kita Ki Hajar Dewantoro, beliau berkata,
Jadikan setiap tempat sebagai sekolah... dan jadikan setiap orang sebagai
guru... Ini artinya siapapun mereka, yang bisa menginspirasi karya kita, mereka
adalah guru bagi kita.
Ingat bapak-ibu guru, kita adalah guru, kita adalah
inovator. Kita haruslah selalu berinovasi demi keberhasilan siswa-siswi/anak
didik kita, demi kejayaan negeri ini, demi keharuman bangsa kita tercinta. Kita
menggiring anak didik kita untuk memiliki kompetensi, memiliki ahklak mulia, memiliki
sikap yang baik, jujur, mau bekerja keras, mau saling menghargai dan
sifat-sifat positif lainnya. Berarti kita adalah seorang pemimpin. Seorang
pemimpin haruslah inovatif dan kreatif. Steve
Jobs pernah berkata, Inovasi mampu membedakan antara seorang pemimpin
dengan seorang pengikut. Jadi karena kita seorang guru, yang memimpin anak-anak
didik kita, berarti kita harus inovatif. Maka bapak-ibu, menulislah.
Menulislah, mulai dari sekarang. Yakinlah bahwa bapak-ibu guru, mampu untuk
menulis, menulis dan menulis. Selamat mencoba, semoga sucses.
1 Identitas
|
|
2.
Nomor
telepon/HP:
Email:
Blog :
|
Weni Muliawati,S.Pd.MM
Perempuan
Buku Ekonomi SMA 1,2 dan 3 Penerbit Acarya Media Utama.Bandung 2007
Buku Jurus maut menguasai ekonomi SMA Penerbit Diglosia Yogyakarta.
Yogyakarta 2008
Buku Ekonomi SMA 1, dan 2 Pemkot Semarang
LKS Ekonomi 1,2 dan 3 MGMP Kota Semarang, mulai tahun 2000 hingga
sekarang
Modul Kewirausahaan SMA untuk
kalangan sendiri
Modul Akuntansi SMA untuk kalangan sendiri
Guru SMA Negeri 10 Semarang
Jl. Padi Raya 16 Genuk Indah Semarang
Jl Panggung Mas II-86 Tanah Mas Semarang
024- 331-524-88 dan 081-931-988-779
wenimuliawati.blogspot.com
|
Semarang, 19 Februari 2013
Penulis
Weni Muliawati,S.Pd.MM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar